terimakasih sahabat ku semuanya, kalian telah ma menyempatkan waktu kalian untuk berkunjung ke blog ini, semoga blog ini bisa bermanfaat bagi kita semuanya dan aku khususnya[amin]

blog ini ku persembahkan untuk semua orang yang berarti dalam hidupku, ibun, ayah, kakak,adik, guru, sahabat, dan seseorang yang telah menjadi inspirasi dan penyemangat hidup ku, terimakasih semuanya^^

LIVE SCHOOL

==================================================================
untuk mendapatkan hasil yang lebih dari orang lain,MAKA kita harus bekerja ekstra lebih dari orang lain
-Nurjamil,S.Pd
==================================================================

Sabtu, 20 Februari 2010

Setengah Penuh atau Setengah Kosong?

Persepsi. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali tindakan maupun sikap kita sangat dipengaruhi oleh persepsi. Sebenarnya apa sih persepsi itu? Persepsi adalah proses pemahaman atau pemberian makna pada suatu informasi. Dengan kata lain, persepsi adalah bagaimana cara kita memaknai apa saja yang kita lihat, dengar, atau rasakan. Percayakah Anda kalau saya katakan bahwa persepsi Anda tentang permasalahan yang Anda haapi boleh jadi amat mempengaruhi hidup Anda?

Sebelum kita lanjutkan, mari kita lihat gambar berikut.

Apa yang pertama kali Anda pikirkan ketika melihat gelas tersebut? Apakah gelas tersebut setengah penuh? Atau mungkin Anda berpikir bahwa gelas tersebut setengah kosong?

Dalam kehidupan kita sehari-hari, sering sekali kita menemukan kondisi atau masalah yang bersifat seperti gelas setengah di atas. Dalam kondisi seperti ini, percaya atau tidak, hasil akhir dari masalah tersebut akan sangat bergantung pada bagaimana kita melihat “gelas” tersebut. Apakah kita memandangnya sebagai “setengah penuh” atau “setengah kosaong”. Mungkin akan lebih baik jika kita menyimak cerita berikut sebelum lanjut.

Dalam suatu perlombaan maraton internasional, ada seorang pelari dari Bojong Kenyod yang bernama Joko. Ketika lomba sudah berlangsung setengah jalan, Joko sudah merasa cape dan terpikir olehnya untuk menyerah. Tetapi, dia terus menanamkan pikiran bahwa “gelasnya” sudah setengah penuh dan dia tinggal mengisi sedikit lagi hingga akhirnya “gelasnya” itu penuh. Akhirnya, dia pun terpacu untuk bisa tetap bertahan dan akhirnya menyelesaikan perlombaan itu dengan sukses. Lain halnya dengan rekan sekampungnya, Udin. Ketika ia sudah setengah jalan dan mulai kelelahan, ia malah berpikiran bahwa “gelasnya” masih setengah kosong, dan ia masih harus banyak berusaha agar “gelasnya” penuh. Udin pun makin terbebani dengan pikirannya ini dan makin lelah. Akhirnya, Udin pun tidak dapat menyelesaikan perlombaan itu karena terlalu kelelahan.

Dari cerita di atas, kita bisa tahu bahwa Joko dan Udin sama-sama kelelahan di tengah jalan. Tetapi, persepsi Joko bahwa gelasnya sudah setengah penuh ini makin memotivasinya untuk menyelesaikan lomba. Dan ia pun dapat sukses menyelesaikannya. Sebaliknya, persepsi Udin bahwa gelasnya masih setengah kosong ini malah menurunkan semangatnya, hingga ia pun menyerah di tengah jalan. Jelas sekali bahwa perbedaan persepsi keduanya dalam “melihat” permasalahan yang dihadapi membuat perbedaan yang sangat signifikan pada hasil.

Jika kita melihat lebih dalam, Joko, dengan pikiran positifnya, ternyata mampu menggali kemampuannya hingga mencapai batasnya, bahkan lebih! Mengapa? Karena positive thinking membantu kita untuk lebih relaks, yang nantinya akan membantu kita untuk berpikir lebih jernih, yang selanjutnya membuat kita dapat membuat keputusan atau tindakan yang paling tepat.

Saya akan berbagi pengalaman saya ketika dulu akan masuk ke PTN. Dulu, di tempat les saya, guru saya, Pak Handoko, lebih banyak menyuruh saya untuk selalu dalam keadaan santai / relaks dan positive thinking ketimbang memberikan saya materi atau trik-trik matematika dan fisika – saat itu saya mengambil privat pada beliau karena kemampuan saya di dua mata pelajaran tersebut sangat kacau . Awalnya saya menganggap remeh saran beliau dan terus menggunakan metode awal saya yang cenderung bekerja terlalu keras. Namun, akhirnya beliau menegur saya untuk tidak memacu tubuh saya sedemikian rupa. Saya pun menuruti kata-kata beliau. Ternyata, setelah satu atau dua bulan, dengan menerapkan metode beliau untuk belajar secara santai dan selalu positive thinking, alhamdulillah saya ternyata dapat menyelesaikan masalah-masalah matematika yang cukup rumit dengan waktu cukup singkat dan dengan bantuan materi tambahan dari beliau yang bisa dibilang cukup sedikit. Bahkan, banyak soal yang dulu tidak dapat saya kerjakan tanpa sikap santai dan positive thinking ini dapat saya kerjakan setelah menerapkan metode itu. Subhanallah.

Lain lagi dengan Udin dengan negative thinking-nya. Ternyata pikirannya ini malah membuat kotak yang membatasi kekuatan yang tersimpan pada dirinya. Mengapa terjadi demikian? Karena ternyata negative thinking itu malah membuat kita merasa “terancam”. Hal ini nantinya akan terus menekan kita dan malah akan membuat badan dan pikiran kita makin cepat lelah. Nah, sekarang saya akan bertanya kepada Anda. Apakah Anda dapat berpikir dengan tenang dan jernih ketika Anda sedang merasa terancam dan kelelahan? Tidak! Hal ini hanya akan membuat Anda bertindak sesuai insting dasar Anda. Semua ilmu dan kemampuan yang Anda miliki tidak akan keluar. Jika tetap dalam kondisi ini, boleh jadi Anda akan stress. Berhati-hatilah!

Nah, akhir kata, saya amat menyarankan Anda selalu dalam kondisi ber-positive thinking ria. Mengapa harus SELALU dalam kondisi itu? Ya, saya akui memang cukup sulit untuk selalu mengkondisikan dalam keadaan seperti itu, dan saya pun sampai sekarang belum mampu untuk melakukannya. Tapi, bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati? Sekian saja mungkin artikel dari saya. Mohon koreksinya adapted bY http://tuansalju.wordpress.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar